[CERPEN] SENJA
Penulis :
Saidatul Wardah
Konflik : Batin
SENJA
Inilah hidupku berpacu dengan waktu
yang terkadang mengendapkan sejuta angan tentang ibu. Tapi kasihpun tak sampai
ibu pergi tanpa alasan, satu- satunya orang yang berarti untukku
hanyalah dia. Seorang ayah yang membesarkanku, aku tidak butuh ibu kalau ayah
saja bisa menjadi ibu bagiku. Setelah sholat shubuh kurapatkan kembali
selimutku karena pagi ini begitu dingin. Matahari pagi mengedip malu melalui
celah jendela kamarku, terdengar samar- samar nyanyian doa di gereja di samping
rumahku. Nyanyian yang setiap minggu aku dengar, tidak biasanya matahari
secerah ini dimusim hujan. Kakiku berjalan sesuai irama nyanyian mereka tepat
di depan gereja itu ada anak
laki- laki yang sedang terdiam memeluk salib di samping bunga- bunga yang
menyapanya ramah. “hay” sapaku lembut, anak itu hanya melirikku tanpa
mengucakan apapun. Akupun duduk di sampingnya,
“kenapa? Ko di luar?” sapaku kedua
kalinya
“ibuku meninggal” jawabnya singkat
“akupun tak punya ibu” sahutku
Mata laki- laki itu menatap kearahku
mencari- cari titik semu dalam tatapanku. Kedua tangannya melonggar dari salib
yang dipeluknya, arah tubuhnya mulai menghadap kearah tubuhku “ aku ari” uluran
tangannya hangat “ aku senja” balasku ramah.
“rumahku disana tepat di persimpangan
jalan, rumahmu?” tanyanya kepadaku
“tuh” jari telunjukku menunjuk
kerumah di samping gereja ini ,” nanti sore aku ingin mengajakmu kesuatu
tempat, kuharap kamu bisa” sahutnya
“emm, ya kutunggu kau jam 4 sore
disini”
“ok” matanya mengedip, ada secercah
senyuman yang tersirat dari tatapannya sekarang.
***
“kau telat” sahutku
“hanya sebentar, ayo berangkat”
ajaknya lembut
Badannya lebih tinggi dariku rangkulannya
yang bersahabat membuat jantungku berdebar setiap dia melirikku ramah. Ari membawaku
ketempat yang indah, rumput- rumput menemani kami. Aku berbaring di samping
ari.
“ lihat kau adalah itu” telunjuknya
menunjuk kearah matahari yang akan terbenam. Ya! Karena aku senja, senja yang
akan selalu menemanimu, seulas senyum tercipta di pipiku.
“kau tau matahari terbenam selalu
mengingatkanku kepada ibuku, karena ibu yang memberikan aku nama itu, matahari”
jelas ari tenang, hatiku tertegun dibalik namanya yang singkat ternyata ada
arti lain yang sangat berarti.
“mulai sekarang kita teman, eh kau
lebih pantas menjadi sahabatku. Ya mulai sekarang kita sahabat, matahari dan
senja” kepalanya melirik kearahku, senyum di pipi ari mulai mengembang kubalas
senyum itu dengan lebih hangat senyum seorang sahabat bahkan lebih. Karena hari
ini aku merasakan sesuatu yang aneh terhadap ari, perasaan yang berbeda semoga
aku adalah senja untuk mataharinya.
***
Hari ini adalah hari ulang tahunku
yang ke 17 tahun. Ayahku memberikan kue sederhana bertuliskan happy birthday
senja, pelukan ayahku selalu sama hangat dan nyaman. Sudah 1 tahun aku dan ari
besahabat karena pertama aku mengenalnya saat aku berusia 16 tahun. Ulang tahun
kali ini adalah ulang tahun yang paling berkesan untukku karena aku mempunyai
ari sahabatku, meskipun ari tidak tau akan perasaanku yang sebenarnya tapi
sekedar menjadi sahabatnya itupun sudah lebih dari cukup untukku karena
senyumannya mamu menghentikan rotasi waktuku, membuat ku lebih berarti. Aku
lihat ari sudah menungguku di samping gereja tua tempat pertama aku
mengenalnya. Ari tau bahwa aku tak seiman dengannya tapi perbedaan itu tidak
membuat persabatan kami putus, karena perbedaan itu indah pikirku dalam hati.
Hari ini ari mengantarku ke toko buku di kota kami.
“ buku disini membosankan” gerutuku
“kalau begitu kita pergi, ayo”
ajaknya. Tanpa menunggu aku menjawabnya ari menarik tanganku membawa ke tempat yang sama setiap kali matahari
akan terbenam, sahut ari jika kita berbaring disini ari akan melihat diriku
yang lain yaitu senja di langit. Wajah ari semakin dekat denganku detak
jantungku semakin kacau bibirnya dekat dengan telingaku seraya ari berkata “selamat
ulang tahun senja” kata- kata terindah yang pernah aku dengar dalam hidupku,
suara ari lembut ditelingaku. Aku tak membalas dengan kata- kata apaun bibirku
diam tak sanggup menahan rasa di hatiku. Tiba- tiba air turun dari langit “
hujan ari” teriakku pada ari searaya bangkit. Aku dan ari berteduh di bawah
pohon, ari menyelimutiku dengan jaketnya.
“hujannya lumayan besar dan mungkin
akan lama” aku hanya diam, malam ini aku bersama ari memakai jaketnya udara
dingin menemani kami berdua, ari memelukku erat samapi hujan reda dan
mengantarkan aku pulang.
Ayahku duduk di ruang makan dengan
muka kesal, aku tau pasti ayah marah kepadaku. Tanpa aku barkata apapun aku
masuk kekamar karena percuma meminta maaf kepada ayah jika ia sedang marah
tidak akan dihiraukan. pikiranku kembali kepada sahabatku matahari, aku senang
tiap kali bersama dengan ari dan aku yakin perasaanku kepada ari adalah cinta.
Tia kali ari memberika tatapan yang seakan dia juga mempunya perasaan yang sama
selalu membuatku yakin bahwa dia menyukaiku, tapi ari tidak pernah
mengutarakannya. Dan malam ini ku ingin mencintainya dengan tulus –senja.
Sebelum sempat membereskan buku diary mataku sudah memaksakku untuk tidur lebih
awal.
***
15 februari, senja
Mencintai seseorang diam- diam sudah
cukup untukku, melihat dan membuatnya tersenyum itupun sudah cukup. Cinta suatu
proses yang membuat aku ingin menjadi bagian darinya. Bila dia tau akan
perasaanku semoga senja selalu untuknya.
“senjaaaaaaaa” teriak ari
membuyarkan lamunanku tentangnya, ku tutup buku diaryku segera. Ku lihat raut
wajah ari yang terlihat senag. Ari memegang tanganku dan mengguncang-
gungcangkannya.
“aku jadian dengan lusi, senja. Karena
hari ini adalah hari yang spesial untukku aku akan mentraktirmu makan siang
sepulang sekolah. Kau adalah orang
pertama yang aku beri tau
karena kau adalah sahabatku” begitulah kalimat terakhir yang ari katakan
kepadaku, aku ini hanya sahabatnya tidak mungkin lebih untuk ari. Kalimat
pertama yang membuatku kecewa, tapi ini kenyataannya.
“aku senang mendengarnya, congrast
ari. yee makan gratis” kami berdua tertawa, meskipun hatiku tidak.
***
Sudah beberapa hari ari tidak pernah
mengajaku ketempat itu. Sore ini aku bermaksud untuk pergi dan menyaksikan
matahari terbenam meskipun tanpa ari. tapi bukankah itu ari berbaring di tempat
yang sama, namun siapa wanita yang bersamanya? Apakah lusi? Mereka berdua
tertawa, ari tertawa tanpa aku. Ari sudah mempunyai lusi untuk menemaninya
menyaksikan senja sore ini, bahkan mungkin setiap sore. Aku tak boleh menangis,
seharusnya aku senang melihat orang yang aku cintai bahagia dngan orang yang
dia sayangi karena bagiku cinta tak harus memiliki. Langkahku tak menentu,
pikiranku kacau hatiku sakit. Dan sebenarnya kau sungguh tidak mau berada dalam
kondisi seperti ini, tapi cinta memaksaku untuk tegar. Karena aku senja untuk
selalu mencintainya.
***
Hari ini lusi selalu mengisi ruang
kosong antara aku dan ari. Membuat hidup ari lebih berarti, dari pada apa yang
aku lakukan untuknya di masa lalu. Cintaku, sahabatku dan cinta sahabatku
untuknya, biarpun tanganku bertepuk sebelah tangan asalakan aku melihat
tangannya bertepuk dengan wanita yang di cintai aku senang. Biarkan aku menjadi
celah kecil antara mereka, jika aku bisa akan ku simpan cinta kecilku dihati.
“emmm, ari kau tau kan lukisanku
berhasil untuk dipamerkan malam ini, aku harap kau bisa datang bersama lusi
tentunya”.
“ya, aku tidak akan melewatkan acara
besar untuk sahabatku”
Malam ini aku berdandan kasual, ini
acaraku hari besarku. Kulihat wajah bahagia dari ayahku, dengan jas andalannya
kami siap berangkat. Taxi yang kami tumpangi berhenti tepat di depan galery.
Banyak orang- orang hebat dengan karya- karyanya yang indah, lukisanku tepat
berada ditengah ruangan. Setengah jam berlalu tapi ari belum juga datang,
kulihat ayahku sedang sibuk mengobrol dengan teman lamanya. Semakin malam
semakin jarang tamu yang datang, mungkin sudah hampir semua tamu datang
kesini. Ari melupakan janjinya, cairan bening yang sudah lama mengering didalam
batinku kini terjatuh menyaksikan matahari yang tak lagi ada untukku. Tiba-
tiba tangan besar hangat mengusap air mataku, sorot matanya meyakinkan aku
bahwa aku bisa menjadi senja tanpa harus di tau.
“ayo senja masuk dan nikmati
acaramu, ayah disini. Kau tak harus menunggu seperti ini”
Acaraku berakhir tanpa kedatangan
ari, dan malam ini aku senja menangis untuk matahari.
“sial aku terlambat, asti senja
kecewa” sesaat mata ari tertuju kepada lukisan yang berada di tengah ruangan
lukisan dengan pemandangan matahari terbenam.
***
Hari ini langit menangis, dan aripun
absen dari bangkunya, Lusi tidak tau pasti ari kemana. Hujan mengingatkan aku
pada malam itu saat ari memelukku, aku kira itu pertanda bahwa ari menganggaku
lebih dari sahabat tapi ternyata tetap sama. Sepulang sekolah aku berniat untuk
pergi kerumah ari. ternyata ari sakit badanya panas wajahnya pucat sekali.
Kuhampiri ari yang terbaring di kasurnya.
” hay” sapaku lembut
“hay, soal kemarin....” tanpa aku
memberikan kesempatan padanya untuk menyelesaikan kata- katanya aku menyela
perkataan ari.
“tidak apa- apa, sudahlah tidak usah
dipikirkan lagi” balasku
“tapi...”
“aku mengerti, sudahlah aku tidak
kan marah. Aku tau kau harus menemani lusi malam itu” beberapa saat kami
terdiam dengan pikiran masing- masing. Sesekali aku melontarkan lelucon yang
membuat kami tertawa. Aku senang bisa membuat matahariku tersenyum. Karena
senyumannya mampu membangkitkan liran listrik kejaringan otakku. Senyum yang
membuat aku semangat, senyum yang membuat aku tenang, membuat senja lebih
berarti untuk matahari.
***
Aku senang ari sudah kembali sehat.
Hadir kembali antara aku dan lusi, ari memeluk erat tubuh lusi karena rindu
yang lama tak tersampaikan kini hadir diantara mereka. Aku bagai celah kecil
yang tidak berarti yang hadir bersama mereka.
“senja kau bisa menunggu disana
sebentar lusi ingin berbicara bersamaku hanya berdua saja” inta ari
“tentu, jangan hiraukan aku”
balasku, pikiranku kacau apa yang sedang mereka bicarakan disana.
“aku tidak suka kau terus saja
mengajak senja ketempat ini” gerutu lusi
“tapi...”
“kalau kau tak bisa memutuskan aku
pergi”
Kulihat lusi berjalan kearahku
dengan muka kesal, terus berjalan melewatiku. Tepat
dibelakangnya ari mengejar dengan terus memanggil nama lusi “ ari kenapa?”
tanyaku, tapi ari mengabaikan pertanyaanku aku bangkit dan segera menyusul ari.
ari tetap saja mengejar lusi tnpa menghiraukan jalan disekelilingnya, dan tak
sadar ada mobil yang melaju tak karuan tepat didepan ari. pikiranku kacau satu-
satunya hal yang aku pikirkan adalah bagaimana ari selamat aku berteriak
berlari sebisa mungkin mengejar ari dan mendorong tubuhnya. Mobil itu
menabrakku dan meninggalkan aku ditepi jalan dengan darah yang menghiasi
kepalaku. Yang terakhir aku lihat ari menangis di hadapanku dan lusi berjalan
kearahku dan ari, kemudian semuanya gelap.
Ayahku panik, menelusuri lorong
rumah sakit dengan langkah yang tergesa- gesa perlahan ayah membuka pintu
kamarku. Ayah melihat aku terbaring lemas, cairan bening menetes dari pelupuk
matanya, mengguncang- guncangkan tubuhku yang terbaling pasrah tak bernyawa. Seusai
pemakamanku ayah memberikan buku diaryku kepada ari, ari membuka satu persatu
lembar buku itu dan pada lembar terakhir membuat hati ari tertegun.
Sebuah catatan kecilku,
7 april, senja.
Terkadang cinta tak harus butuh
balasan, cukup pengorbananku yang membuktikan aku senja selalu ada untuknya.
Ingat disaat kita bertemu kamu bilang ibumu meninggal akupun berpikir bahwa
kita sama aku pun senja tanpa ibu. Aku tidak tau bahwa aku akan mencintaimu
dengan tulus, aku senang jika kau senang, aku tersenyum jika kau tersenyum
karena perbuatanmu membuatku menjadi senja untuk selalu menemanimu. Mungkin
sebuah pengorbanan kecil untuk membuat matahari tetap tersenyum. Sahabat baikmu
senja.
***
Sore ini aku lihat ari sedang
berbaring ditempat yang sama dengan memeluk buku diaryku diatas dadanya.
Matanya tertutup menikmati setiap hembusan nafas dari udara disekelilingnya.
perbedaan yang membuatku yakin bahwa aku tak salah memerjuangkan orang yang aku
cintai, karena aku senja dengan cinta yang tulus untuk matahariku.
“aku tau kau disana sedang
melihatku, akupun berjanji akan datang setiap sore untuk melihat matahari
terbenam karena pada waktu itu aku akan melihatmu senja yang indah, terima
kasih atas cinta kasihmu yang tulus dari sahabatku senja” kata- kata yang
diucapkan ari sore itu membuat aku senja tersenyum.
Tidak ada komentar: